cingkolonciu......
DUA HATI
MENJADI SATU
Kelas yang
terakhir, terheboh, terasyik, terkompak, selalu mempunyai masalah dengan yang
namanya sekolah. Itulah XII IPA 8, salah satu kelas yang ada di SMAN 1
Bukittinggi. Para anggota XII IPA 8 ini sedang mengalami masa-masa SMA. Mereka
ingin nilai IPA di semester 5 ini naik dari yang sebelumnya.
*
* * * *
“Ki...ki...ki...!,”
Nindi memanggil.
Kemudian 2ki
(Rifki dan Kiki) melihat dimana suara itu bersumber, “Apa?”
“No 3 apa
jawabannya?,” nindi pun membalas.
“Kamu nanya
ke aku atau ki yang lainnya?,” kata Kiki.
“Siapapun
yang namanya pakai ‘ki’ buruan bantu aku untuk jawab soal ini,” Nindi semakin
panik.
“Aku
isinyaaaaa 8,” jawab Kiki.
“Aku juga
isinya 8,” jawab Rifki.
“Ok, jadi
kita kompak isi 8 yah,” jawab Nindi dengan nada begitu yakin.
“Tapi nindi
jangan percaya dulu, tanyain sama Gella apakah jawabannya betul atau salah,”
gerutu Kiki.
“Gak usah,
sepertinya Gella lagi serius ngerjain soal-soalnya, takut ganggu,” Nindi
berkata dengan yakin.
Seusai ujian, Nindi pun bertanya
kepada Gella. Ternyata jawaban no 3 tadi salah. Ya iyalah salah, nanya ke 2ki.
Mana bisa dipercaya, buktinya waktu pelajaran kimia mereka disuruh mencampurkan
es dengan garam untuk menentukan penurunan titik beku, malah membuat teh es.
Waktu praktek biologi disuruh bikin tape, mereka malah membuat roti tape. Pas
ditanya sama guru, kenapa mereka membuat roti tape, mereka menjawab
“Yang namanya
anak sekolah harus kreatif dan inisiatif sebelum disuruh buk. Dan kita punya
feeling ibu akan suka kalau anak didiknya kreatif. Nah, jadi kita membuat roti
tape, walaupun roti tapi ada kata ‘tape’ nya kan buk”.
“SAMA SAJA
JUDULNYA ROTI KAN!!!!”
Waktu si ibu mencoba, satu gigit
tidak maslah, dua gigit enak juga, akhirnya si ibu percaya akan kerja 2ki yang
rada-rada gila ini. Namun, sebuah berita muncul, “SEORANG GURU KERACUNAN DAN
MASUK KE ICU AKIBAT AKSI KREATIF ANAK MURIDNYA, MENGENASKAN!”.
{Kembali ke nindi dan gella}
Setelah mendengar cerita itu, nindi
pun menyesal minta tolong kepada 2ki.
“Nyesel
banget nih, kapan-kapan aku minta tolong sama kamu aja ya gel,” kata Nindi
dengan nada yang cemberut.
“Insya allah,” jawab Gella dengan singkat.
“Insya allah,” jawab Gella dengan singkat.
*
* * * *
Keesokannya di kelas, “Gella, kali
ini kamu terpilih menjadi perwakilan sekolah untuk lomba murid teladan tahun
ini,” kata wali kelas XII IPA 8 dengan senyum yang mengembang.
“Benar bu?
Terima kasih bu,” kata Gella dengan sedikit membungkuk.
“Ya. Tapi
dalam lomba ini tidak hanya kemampuan akademik yang dinilai, tapi di bidang
non-akademik juga. Terutama di bidang olahraga. Kamu mengerti Gella?”.
“Y..a...,”
jawab Gella tergagap.
Wajah Gella
yang tadinya sangat senang mendadak pucat pasi. Keringat dingin mulai menguncur
di dahinya padahal hari tidak panas.
“Kamu kenapa
Gella? Tenang saja, kamu masih punya waktu sebulan untuk mempersiapkannya.
Semoga kamu sukses ya. Kamu harus membawa nama baik sekolah kita dan terutama
lagi kamu harus bisa memenangkan lomba itu. Kamu harus optimis, kalau kamu bisa
melakukan yang terbaik. Tahun lalu sekolah kita sudah membawa tropi juara,
ibu ingin tahun ini sekolah kita lagi
yang menang. Hmmm... seperti siswa yang menjadi ketua paduan suara?” tanya wali
kelas bingung.
“Prima buk,”
jawab Gella malas.
“Iya benar
Prima. Kamu harus mengikuti jejaknya. Kamu bisa bertanya tentang lomba ini
padanya. Soalnya dia yang menjadi perwakilan sekolah untuk lomba murid teladan
tahun lalu. Ibu yakin dia akan memberi banyak masukan untukmu,” wali kelas
tersenyum mantap.
“Apa?” Gella
membelalakkan matanya.
“Kenapa Gella?
Ada masalah?”
“Tidak,
terima kasih buk karena telah mempercayakan saya sebagai wakil sekolah untuk
lomba siswa teladan ini. Saya akan melakukan yang terbaik. Saya permisi dulu
buk”.
Gella pun
bergegas kembali ke tempat duduknya dengan perasaan yang campur aduk.
“Kamu kenapa
Gel? Kenapa cemberut seperti itu? Memangnya apa yang kamu bicarakan dengan ibuk
tadi?” tanya Nining selaku teman sebangku Gella saat mereka sedang di kantin.
Indri yang terlihat sedang asik makan mengangguk-angguk tanda setuju dengan
pertanyaan Nining.
“Aku terpilih
menjadi wakil sekolah untuk lomba murid teladan tahun ini,” jawab Gella.
“Bagus dong,
kenapa kamu malah cemberut?” kali ini Ipur yang bertanya.
“Tapi aku
harus bisa dalam segala bidang termasuk non-akademik dan yang paling penting
itu olahraga. Itu sudah termasuk persyaratan umum,” jawab Gella lemas.
“Jangan
bilang kalau volly termasuk di dalamnya,” kata Ane menyelidik.
“Itu
jelas-jelas sudah menjadi olahraga yang umum dilakukan. Tidak mungkin satu
olahraga itu tidak masuk,” jawab Gella dengan memukul meja dengan keras.
Nining,
Indri, Ipur, dan Ane langsung tertawa terbahak-bahak. Yang tertawa paling keras
adalah Indri sambil mengeluarkan bunyi seperti kentut dari mulutnya karena ulah
Gella.
“Kenapa
kalian malah tertawa? Kalian senang ya kalau aku menderita? Dan apa kalian
ingin tahu , hal apalagi yang lebih membuatku menderita? Biar sekalian kalian
puas menertawaiku.”
“Ya sudah
ceritakan saja langsung pada kami,” kata Indri sambil masih tertawa.
“Aku diminta
oleh Ibu guru untuk bertanya tentang lomba murid teladan itu pada Prima yang
nyebelin itu,” kata Gella sambil menundukkan kepala.
Dan belum ada beberapa detik,
Nining, Indri, Ipur dan Ane sudah tertawa terbahak-bahak lagi. Ya, mereka
benar-benar bahagia diatas penderitaan gella.
*
* * * *
(flashback)
Aku,
Nining, Indri, Ipur, dan Ane sudah bersahabat sejak awal masuk SMA. Saat ospek
dulu kami masuk dalam kelompok yang sama dan ternyata masuk di kelas yang sama
sampai sekarang.
Sudah
banyak kejadian yang kami alami bersama-sama dan tentu saja sahabatku sudah
tahu awal kebencianku dengan Prima yang nyebelin itu. Prima itu sudah menjadi
musuhku dan musuh sahabatku. Karena pada saat mengantri mendapatkan makanan,
Prima tidak mau mengantri. Main nyosor aja. Sehingga Gella dan para sahabatnya
mati kelaparan.
Setelah
itu, Gella pernah berjalan disenggol oleh Prima sampai terjatuh dan
meninggalkan bekas luka yang sakit karena jatuh di jalanan yang berbatu.
Kemudian Gella mengangkat kepalanya, ternyata sudah tidak ada orang di
sampingnya. Gella pun melihat sesorang yang berlari, ternyata itu Prima. Sejak
saat itu Gella benci sekali dengan Prima.
* * * * *
Bagaimana Gella
bisa lupa dengan kejadian setahun lalu itu. Bayangkan saja dalam sehari Gella
harus berurusan dengannya dan itu sangat menyebalkan. Bahkan luka itu masih
berbekas sampai sekarang. Hingga detik ini, Prima itu tidak pernah meminta maaf
pada Gella soal tabrak lari itu. Dan sekarang Gella harus meminta padanya
contoh soal-soal latihan saat dia lomba tahun lalu. Memandang wajahnya saja,
sudah membuat ingin menampar dan mendorongnya di jalanan berbatu supaya dia
bisa merasakan bagaimana jatuh itu.
“Permisi, apa kamu masih punya soal-soal untuk lomba murid teladan
tahun lalu? Aku tahun ini terpilih untuk mewakilkan sekolah dan aku membutuhkan
soal-soal itu untuk menjadi pedoman saat lomba nanti.” Kata Gella kepada Prima.
“Kamu yang terpilih tahun ini?” tanya Prima dengan pandangan tidak
mungkin.
“Ya, emang ada yang salah?” jawab Gella.
“Tidak,” kata Prima dengan menahan tawa. “Tunggu sebentar ya,”
katanya lalu masuk ke kelas dan kembali lagi dengan buku tebal di tangannya.
“Ini bukunya. Ingat jangan sampai rusak ya. Buku ini tidak boleh
lecet apalagi robek. Kamu juga tidak boleh melipat kertasnya. Kalau itu terjadi
kamu harus menggantinya.” Kata Prima sambil menatap tajam.
“Makasih,” jawab Gella.
Di lorong sekolah
Gella hanya bisa mengomel sendiri tentang sikap Prima tadi. Dan besok dia harus
berlatih volly dengan pelatih yang sudah ditunjuk oleh sekolah.
* * * * *
“Gella, kenapa lapangan volly ini sepi sekali? Mana pelatihnya?”
tanya Ipur yang dijawab gelengan oleh Gella.
“Aku juga tidak tahu. Yang pasti Ibu guru bilang akan ada pelatih
itu disini. Mungkin sebentar lagi dia datang,” kata Gella lalu memilih duduk di
pinggir lapangan bersama Ipur.
5 menit, 10
menit, 15 menit, 25 menit, 30 menit, 60 menit berlalu.
“Selamat siang.
Maaf membuatmu lama menunggu, aku tadi ada urusan penting yang tidak bisa
ditinggalkan. Kamu sudah siap berlatih sekarang kan?” kata Prima yang tadinya
membungkuk langsung menegakkan kepalanya dan sepertinya juga kaget melihat
Gella.
“Kamu?” tanya Prima.
“Ya, kenapa emangnya? Ada yang salah? Kenapa harus kamu sih?”
tanya Gella sambil tangan di pinggang. Ipur yang disebelah Gella hanya bisa
menahan tawa.
Hari ini Gella
berlatih volly dengan Prima di lapangan. “Baiklah kita mulai sekarang saja ya,”
Prima lalu melakukan pemanasan terlebih dahulu.
Gella pun mengikuti gerakan Prima. Dilanjutkan dengan bagaimana
bermain volly yang baik, passing bawah, passing atas, smes, dan seterusnya.
Pada saat Gella
mengejar bola yang diberikan Prima, dia terjatuh, kakinya terkilir. Kemudian
Prima mengobati kakinya Gella.
“Terima kasih Prima,” kata Gella.
“Iya sama-sama,” Prima tersenyum pada Gella. Entah mengapa Gella
merasa bahwa Prima itu sebenarnya mempunyai sisi yang baik. Dan Gella pun mulai
memaafkan Prima sedikit demi sedikit selama mengikuti pelatihan volly bersama
Prima.
* * * * *
Disekolah...
“Selamat pagi Prima,” kata Gella dengan senyum.
“Selamat pagi,” kata Prima sambil membalas senyum Gella.
“Apa maksud semua ini?” tanya Nining bingung sambil garuk-garuk
kepala. Ipur dan Ane hanya saling tatap sedangkan Indri yang sedang asik makan
sampai tersedak bakso sebesar bola tenis.
“Aku dan Prima sudah berteman. Oh ya kalian, ayo beri salam pada
Prima,” kata Gella lalu meminta Prima untuk duduk di sampingnya.
“Kamu serius Gel? Sejak kapan? Kenapa bisa? Bukankah kamu membencinya?
Kenapa bisa secepat ini memaafkannya? Apa dia mengguna-gunaimu?” tanya Ipur dan
Ane bersamaan. Astaga mereka benar-benar membuat Gella stress.
“Kalian bisa bertanya satu-satu? Kalian kira aku robot apa?” tanya
Gella marah.
“Prima sudah meminta maaf padaku tentang kejadian setahun yang
lalu dan tidak salahnya kan kalau aku memaafkannya dan berteman dengannya?”
Nining, Indri,
ipur dan Ane masih terbengong-bengong melihat Gella dan juga Prima.
“Selamat pagi, aku Prima. Maafkan sikapku kepada kalian selama ini
ya. Aku tidak bermaksud sombong ataupun tidak peduli pada kalian. Tapi ada
alasan yang membuatku bersikap seperti kemarin-kemarin. Dan secara langsung
juga aku meminta maaf pada kalian. Apa kalian mau memaafkan seperti Gella
memaafkanku? Apa kalian mau berteman denganku?”
“Ya, kami mau,” jawab Ane dan Ipur berbarengan.
“Yah kalian berdua belum meminta persetujuanku dan Indri,” kata
Nining yang sepertinya belum setuju. “Kalian juga terlalu cepat mengambil
keputusan.”
“Prima sudah meminta maaf kepada kita. Apalagi yang kamu
inginkan?” tanya Ipur yang diiyakan oleh
Ane.
“Bagaimana ini Indri, apa kamu mau memaafkannya?” tanya Nining
pada Indri yang berada tepat disebelahnya.
“Aku sih mau saja,” jawab Indri yang otomatis membuat Nining juga
mau memaafkan Prima.
“Baiklah. Kami memaafkan Prima. Tapi aku harap Prima tidak akan
melakukan hal seperti dulu lagi. Apa Prima tahu kalau banyak sekali yang
membenci Prima selain kami? Itu karena sikap Prima yang benar-benar
menyebalkan. Jadi aku harap Prima meminta maaf juga ke teman-teman yang lain,”
kata Nining lalu tersenyum ke Gella dan Prima.
“Baiklah. Aku pasti akan melakukannya. Terima kasih.”
Akhirnya, mereka
semua berteman dan lomba murid teladan yang diwakilkan oleh Gella pun menang.
Ini semua berkat Prima dan teman-teman Gella juga.
Komentar
Posting Komentar